Rupiah Melemah di Tengah Gejolak Geopolitik Timur Tengah: Dampak Serangan Israel ke Iran
Lintastoday.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada awal perdagangan Jumat pagi, seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.23 WIB, kurs rupiah tercatat berada di level Rp 16.274 per dolar AS, turun 31,5 poin atau 0,19% dibandingkan penutupan sebelumnya.
Pelemahan rupiah ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah mata uang utama Asia turut mengalami tekanan sebagai respons pasar terhadap penguatan tajam dolar AS, yang dipicu oleh serangan militer Israel ke Iran.
Respons Global Terhadap Ketegangan Geopolitik
Mengutip laporan Reuters, penguatan dolar AS terjadi bersamaan dengan lonjakan minat investor terhadap safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss, menyusul berita bahwa Israel telah melancarkan serangan udara ke wilayah Iran. Dua pejabat pemerintah AS mengonfirmasi bahwa serangan memang terjadi, namun menyatakan bahwa AS tidak terlibat langsung dalam aksi tersebut.
Kabar ini memicu gejolak di pasar keuangan global. Suara ledakan dilaporkan terdengar di wilayah timur laut Teheran, meningkatkan kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Kinerja Mata Uang Asia Lainnya
Pelemahan rupiah terjadi dalam konteks depresiasi yang meluas di kawasan Asia. Berikut ringkasan pergerakan mata uang utama regional terhadap dolar AS:
-
Dolar Singapura melemah 0,15% ke level 1,2808
-
Dolar Taiwan turun 0,08% ke 29,5330
-
Won Korea Selatan anjlok 0,73% ke 1.366,49
-
Rupee India melemah 0,10% ke 85,5975
-
Peso Filipina turun 0,19% ke 55,9020
-
Yuan Tiongkok melemah 0,07% ke 7,1774
-
Ringgit Malaysia tertekan 0,36% ke 4,2353
-
Baht Thailand melemah 0,13% ke 32,4220
Namun demikian, dua mata uang menunjukkan perlawanan terhadap tren ini:
-
Yen Jepang justru menguat 0,29% ke level 143,06
-
Dolar Hong Kong mencatat penguatan tipis 0,01% ke 7,8489
Mengapa Konflik Geopolitik Mempengaruhi Nilai Tukar?
Ketegangan politik dan konflik bersenjata di kawasan strategis seperti Timur Tengah seringkali mendorong investor global mengalihkan dananya dari aset berisiko ke instrumen yang dianggap lebih aman, seperti mata uang dolar AS, emas, atau obligasi pemerintah AS. Dampaknya, permintaan terhadap dolar meningkat sehingga menekan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain itu, gejolak semacam ini dapat meningkatkan volatilitas harga minyak dunia, yang berpotensi menekan neraca perdagangan negara pengimpor minyak seperti Indonesia.
Penutup: Waspadai Risiko Global
Pelemahan nilai tukar rupiah di tengah ketegangan geopolitik menunjukkan betapa kuatnya pengaruh kondisi global terhadap stabilitas ekonomi domestik. Masyarakat dan pelaku usaha diharapkan tetap waspada dan memantau perkembangan global, terutama yang berpotensi berdampak pada arus perdagangan, investasi, dan harga komoditas.
Pemerintah dan otoritas moneter perlu menjaga komunikasi yang transparan serta mengupayakan stabilitas pasar dengan langkah-langkah strategis agar gejolak eksternal tidak mengganggu pemulihan ekonomi nasional.
(Red)